Minggu, 17 Juli 2011

PIlihan dan Percaya

Lama nggak posting diblog. Kali ini aku mau posting sebuah catatan hati, catatan hati milik umi'ku yang di ajarkan pada hatiku. Yaitu sebuah pilihan, kepercayaan dan cinta. Apa hubungannya diantara keduanya? awalnya aku juga bingung memahami keterkaitan diantaranya, tapi kini aku mengerti. Aku coba posting di blog ini, silahkan teman - teman rasakan dan resapi.

Kelulusan SMA'ku kali ini sepertinya terasa berat sekali, karena tidak hanya proses metamorfosisku dari remaja ke dewasa saja yang ku lalui, tapi juga karir, jodoh, tanggung jawab,kemandirian, dan pejalanan hidup yang tidak bisa kulewati dengan sifat kanak - kanakku dulu. Well, aku tahu....semuanya itu tidak mudah,tapi aku harus berusaha.

Malam itu(kalau nggak salah malam jum'at, tepatnya minggu lalu),aku menemani umi yang sedang menjahit sragam milik dek Hasna, aku membaca buku tentang motivasi. Disaat itu umi mengajak aku berbicara sebagai perempuan.
Umi :"Kak....siap hidup di Malang tanpa umi dan abi nggak?"

Aq :"Insya Allah siap mi, mang napa'e mi..kok tiba-tiba tanya gitu?

Umi :"Nggak boleh tanya gitu ya kak? umi cuma kawatir aja"

Aq :"Kawatir kenapa mi? Kakak kan dah gedhe,knp dikawatirkan? dulu aja SMP umi
tega nglepas kakak ke jogja"

Umi :"Yang paling umi kawatirkan kalo kakak pacaran di kampus, bukan yang laennya"

Aq :(terdiam sejenak, sebegitu takutkah umi tentang itu)"Insya Allah nggak pacaran
mi,, kakak janji akan berusaha buat menjauhi namanya pacaran. Kakak kan akhwat, bukan cewek"

Umi :"Makasih kak! Umi pegang janji kakak. Umi mau bicara sebagai sesama perempuan
kak!bukan sebagai ibu ke anaknya"

Aq :"Bicara tentang apa mi?"

Umi :"Tentang keterkaitan sebuah pilihan,kepercayaan,dan cinta. Umi mau ajak
sharing kakak masalah ini. Kakak kan leader buat dek hasna dan dek firda, umi
harap keduanya melakukan hal ini dengan meniru kakaknya,"

Aq :"maksudnya gimana tho mi? aku kok belum faham?"

Umi :"Kalau kakak saatnya menikah, bagaimana kakak memulai prosesnya?"

Aq :"Yang jelas kakak nggak mau lewat ta'aruf, lewat murrobbi dll, tapi kakak tetep jaga syariat"

Umi :"Caranya?"

Aq :"Belum terfikirkan mi...Gimana caranya?tapi yang jelas aku nggak bakal sukses kalo pakai versi murobbi,biodata dll"

Umi tersenyum...
Umi :"Benar - benar persis umi!"

Aq :"Persis gimana mi?"

Umi :"Menurut kakak apa modal utama sebuah pernikahan itu agama dan cinta?"

Aq :"Banyak orang bilang gitu, termasuk ikhwah kita juga. Tapi kenapa masih ada perceraian ya mi(review aa' Gym)? bahkan pertengkaran yang diceritakan ke orang laen (review kalo nguping umi curhat ke abi tentang suami temen2 umi yang kadang usil, nggak seperti abiku yang super duper cuek ma akhwat kecuali ma umi,mbah putru, dan anak2nya)"

Umi :"Kesimpulan kakak apa?"

Aq :"Cinta itu bukan sebuah modal utama sebuah pernikahan"

Umi :"Kamu berarti sependapat dengan umi kak!"

Aq :"la pendapatnya umi apa?"

Umi :"Menurut umi agama dan cinta itu bukan modal utama sebuah pernikahan layaknya orang lain bilang. Tapi modal utama pernikahan menurut umi adalah agama dan kepercayaan. Dan kenapa tadi umi mengaitkan dengan sebuah pilihan dan cinta?. Karena kita tidak tahu bagaimana keadaan hati ikhwan pilihan kita 2tahun lagi, 5tahun lagi dan seterusnya. Allah mudah sekali membolak balikkan hati kak! Jadi bisa saja 5tahun lagi cinta suami kita berkurang,lalu apa harus bercerai?. Bisa saja setelah kita menikah kita tau sifat buruk pasangan kita yang orang lain tidak tahu, lalu apa kita harus menyesal?. Nah disaat itulah kita akan membutuhkan kepercayaan kak, kepercayaan terhadap laki - laki pilihan kita. Kalo tanpa kepercayaan, dan hanya mengandalkan cinta. Rumah tangga kita tidak akan bahagia. Lalu apa hubungannya lagi dengan kepercayaan? kakak tahu kan, takdir wanita yang mudah cemburu? Dengan kepercayaan kita sebagai istri, api cemburu itu akan cepat padam. Termasuk masalah poligami, dengan kepercayaan kita sebagai istri kita akan ikhlas dimadu tanpa berfikir hal negatif tentang suami kita (untuk hal yang satu ini aku kurang sependapat dengan umi..heheheh).
Lalu apa keterkaitannya dengan sebuah pilihan dan cinta?
Dengan rasa percayamu pada satu laki - laki diantara banyak laki - laki yang mencintaimu, kamu akan lebih mudah memilih satu orang laki - laki.Yang suatau saat jika waktunya, akan menumbuhkan rasa cinta tanpa membagi cinta itu untuk laki - laki lain. Dan dengan kepercayaan itu kamu selalu merasakan cinta suamimu 100% tanpa harus menaruh curiga pada cinta dihatinya, kamu akan ikhlas menerima kekurangannya, kamu akan tegar melewati cobaan hidup bersamanya sampai kapanpun. Bebeda dengan cinta yang akan mudah pudar kalau ada suatu gesekan kecemburuan dan ketidakpercayaan. Tapi kepercayaan, akan semakin menumbuhkan rasa cintamu pada si dia secar sedikit - sedikit tapi membuatmu bahagia".

Aku diam merenungi kata - kata umi. Semua benar, kecuali masalah poligami! Kayaknya aku belum siap kalo dimadu. hehehehhe ^_^.

Rabu, 06 Juli 2011

NOVEL JODOH DARI SURGA Bag. 4

Ku tapaki semua rintangan ini.
Berpeluh demi sebuah reformasi yang pasti.
Suatu perubahan untuk selamanya.
Bukan untuk sedetik periode saja.
Meski disela itu aku menemukan jawaban
Jawaban apa arti mimpi indah selama ini.
Hanya saja aku takut…..
Takut untuk melangkah menerka makna itu
Kuatkan aku Ya Rabb…..
Agar ditengah badai reformasi ini,
Dan berdiri disela makna mimpi itu
aku bisa berdiri dengan tetap kokoh
senantiasa berpegang pada syariat Mu.


--------------------------------------

Ku amati ruangan OSIS yang masih terlihat baru itu. Ruangan 3 x 4,5 meter itu yang sebelumnya menjadi gudang, kini menjadi ruangan baru OSIS. Di dalamnya terdapat seperangkat komputer dan printer, 1 buah almari, dan 4 meja yang disusun memanjang sebagai tempat dikeluarkannya banyak ide dari calon pemimpin negeri ini. Aku tersenyum puas.
“Kenapa Hil? Senyum – senyum sendiri?”, tanya Herdi mengejutkanku.
Ah..ya Herdi, Bapak Ketua Osis, sang Partner kerjaku selama 6 bulan terakhir ini sebagai Ibu Wakil Ketua OSIS. Rasanya seperti berperang mengejar target saja berkolaborasi politik OSIS dengannya. Karena banyak reformasi yang terjadi di madrasah, sejak pemerintahannya denganku sampai saat ini.
“Usaha kita selama hampir 2 bulan menodong Pak Hendra, Kepala Madrasah kita. Rasanya sulit dipercaya mungkin, OSIS kita senekat ini meminta ruangan OSIS”,ujarku kagum. Sementara Herdi hanya tersenyum menanggapinya.
“Semua ini karenamu Hil… ! Jiwa nekatmu kayaknya nular ke anak – anak OSIS. Juga menular ke aku. Tak ku sangka, keteguhan prinsipmu membuat aku dan anak – anak termotivasi untuk mengadakan reformasi se dasyat ini.”, ucapnya tulus.
“Tapi masih banyak target kita yang belum tercapai…………..”,gumanku mengambang.
“Ya, target tentang seragam sekolah, absensi kehadiran siswa dan guru, dan aturan dilarang merokok. Yang harus kita launchingkan bulan ini…. Ahai! Aku penasaran bagaimana reaksi teman – teman dan dewan guru dengan di bacanya peraturan itu pada hari Senin besok, setelah upacara bendera.”cerita Herdi menanggapi perkataanku tadi.
“Hayo…..berdua – duaan di ruangan kayak kini yang ketiga setan…….”, teriak Erena dengan kepala melongok dari daun pintu yang sedikit terbuka. Aku dan Herdi kaget sekali.
“Ya…..setannya kamu tuh…….”,ucap Herdi kentus sambil menunjuk Erena. Erena manyun dan memasukkan seluruh badannya ke ruang OSIS, lalu berjalan ke arahku.
“Hil…tar sore liqo’ nggak? Katanya bu Nana pergi ke Surabaya, menghadiri diklat guru Biologi disana?”,ujar Erena, teman Liqo’ dan sahabatku selama dua tahun di madrasah ini.
“Ya udah…tar aku sms bu Nana dulu, enaknya di liburin apa di ganti pemateri”, jawabku simpel, Herdi menyahut.
“Enak ya….Murobbinya kalian pada sibuk ngurusin Sertifikasi. Murobbiku, pak Irawan on time terus Liqo’nya. Hm…Sebenarnya aku lagi capek ngurusi masalah OSIS, pengen istirahat bentar aja. Tapi mau izin Halaqah sungkan! Ketuanya jwe…..”, keluh Herdi.
Aku tersenyum, sementara Erena menjulurkan lidahnya dan menggoda dengan kata “Kasihan deh lo…..”.
“Isbir akhi…..Capeknya kamu toh mendatangkan pahala. Bukan capek yang sia – sia. Kalau memang jasad butuh istirahat, diistirahatkan saja. Jangan dipaksa ikut Liqo’, takutnya nggak ikhlas niatnya. Nanti malah jadi sia – sia. Yang penting tetep istiqomah terus buat ikut Halaqoh”, komentarku.
Herdi hanya tersenyum menanggapinya.

----------------------------------------
Kelas XI IPA2 ……..
“Hil….dah ngerjakan LKS Fisika, soal latihan halaman 61 belum?”,tanya Rina menghampiri tempat dudukku. Sedangkan Erena yang duduk satu bangku denganku, sedari tadi sibuk menyalin cara singkat penyelesaian soal latihan fisika dari buku tulisku.
“Hehehe…baru aja 4 soal dari 10 soal, males nulis nih…… Tar aja kalo ditunjuk maju, langsung ngerjain di depan kelas. Seperti biasanya……”, jawabku agak sungkan.
“Alah…Hilda mah dari dulu memang nggak pernah ngerjain tugas. Tapi begitu ditunjuk maju bisa. Jadi nggak usah berharap dia ngerjakan, trus kita contek. Mending tuh..ke anak blok sebelah. Ada Afra yang pinter dan rajin ngerjain tugas”, cerocos Erena masih dengan tangan lincahnya menyalin cara penyelesaian soal milikku.
Tiba – tiba pintu kelas terbuka. Arul,sang ketua kelas kita yang super lebai itu masuk.
“Hay…teman – teman……..attention…attention! Arul ganteng mau kasih pengumuman”, serunya percaya diri. Serentak anak – anak bersorak garing menanggapinya.
“Huuuuu….Huuuuu….turun!...turun……!”
“Heh,,,,dengerin dulu po’o pengumumannya!”,ucapnya kesal.
“Iya…apa pengumumannya? Cepet kasih tau…nggak usah pakai acara narsis gitu deh!!”, protes beberapa anak perempuan kelasku.
“Itu…anu..emmm…itu…emm……”, ucap Arul polos menggoda kita satu kelas.
“Aaarrruuullllll”, respon kita serempak geram. Arul ketakutan, tentunya dengan mimik yang dibuat – buat.
“Itu…..emmm.jam Fisika hari ini kosong, tapi ada tugas dari Bu Khusna. Merangkum Bab Tumbukan Lenting Sempurna dan tidak sempurna, dikumpulkan hari ini juga. Eh..terus itu…., Hilda ma Herdi dipanggil Bu Mia, kata beliau kalian suruh ke kantor sekarang.”jelas Arul.
Aku dan Herdi saling memandang singkat, “What Happened?”. Kita langsung keluar dari bangku masing – masing dan keluar kelas menuju kantor.
“Good Luck….Pak ketua…Bu ketua..!!!Caaayyyooo……..You all the best!!!”,koor teman satu kelasku kompak dengan suara cemprengnya. Hm, begitulah mereka. Memberi semangat kami sebagai leader selama satu tahun periode di madrasah ini.

Sesampai di kantor guru …….
“Sini Hil…Her…”, panggil Bu Mia begitu mengetahui aku dan Herdi datang.
Kami berdua langsung menuju meja guru milik Bu Mia dan duduk dengan dua kursi plastik di depan meja Bu Mia.
“Ini ada edaran Seminar Nasional, Lomba membuat Cerpen dan Lomba membuat Karikatur. Edaran ini dari Universitas Bakti Guru, daerah Ngawi kota. Ibu harap kalian bisa berpartisipasi, jadi di edaran Seminar Nasional itu diminta perwakilan 2 orang OSIS untuk menghardirinya, acara ini ibu percayakan pada Hida dan Erena untuk menghadirinya. Lalu untuk lomba cerpen, Ibu percayakan sama kamu Hilda dan teman kamu Erena. Dan untuk Lomba mebuat karikatur, Ibu percayakan sama kamu Herdi dan teman kamu Agus. Gimana….kalian siap?”,jelas Bu Mia panjang lebar. Kami hanya mengangguk pasrah, di iringi senyum yang dibuat – buat.
“Humh…Event lagi”, keluhku begitu keluar dari kantor.
“Yupz…our job! Ntar istirahat ke dua, Erena dan Agus suruh kumpul ma kita di ruang OSIS ya??”,pinta Herdi bersemangat.
“Iya deh…penting selesaikan dulu rangkuman Fisikanya”, jawabku singkat.

NOVEL JODOH DARI SURGA Bag. 3

Keputusan itu terasa berat
Piaranoia dihatiku terus saja mengoceh
Membuatku terasa lebih berat untuk memilih.
Tapi itulah Hidup……
Semuanya butuh pilihan yang pasti.
Lalu pilihan mana yang harus ku pilih??
Untuk mengembalikan semua keadaan ini.
Dan mengobati hatiku yang sedang pesakitan ini.

---------------------------------------------
“Apakah harus pergi dari sini Hil, untuk melupakan semuanya?”,tanya Azzha membantu membereskan barang – barangku di asrama. Setelah ku pikir matang – matang, ku putuskan untuk kembali ke kampung halamanku, tepatnya di sebuah kampung kecil di kota Ngawi, yaitu Desa Karangjati. Disana aku berharap dapat memulai hidup baruku, mengubur semua mimpi buruk tentang aa’ Fahmi dan mengejar sisa cita – citaku tanpanya.
“Hilda……”, panggil Azzha mengejutkanku.
“Eh..iya Zha?”
“Hemh…..pasti melamun lagi!”,gumannya.
“Eh…afwan, Cuma lagi mikir tadi.,mengingat – ingat barang yang belum dibereskan. Tadi anti tanya apa ya?”, ucapku mencoba menyembunyikan galau ini dari Azzha.
“Ukhti…..anti yakin harus pergi dari sini? Hanya untuk melupakan semuanya? Meninggalkan sahabat, Ilmu dan pertemanan kita di asrama? Hanya untuk melupakan hal ini saja, hal kecil yang tidak begitu berguna?”,tanya Azzha seakan menodong fikiranku. Yah…memang ini hal tidak berguna, tapi aku tidak ingin hatiku sakit terus menerus.
“Ana nggak tau ukh….apakah ana juga yakin meninggalkan tempat yang indah seperti di asrama ini, tempat yang mengajarkan kepada ana tentang banyak hal, tempat yang memberi ana banyak sahabat . Tapi hati kecil ana berkata, mugkin ini yang terbaik. Terbaik untuk melanjutkan sisa cita – cita ana dan memperbaiki kesalahan ana terdahulu”, jelasku pada Azzha hambar.
Azzha tiba – tiba menggenggam tanganku, disudut matanya tampak lembab menahan air matanya.
“Anti yakin..ukhti?”tanyanya memastikanku.
“Insya Allah…ukhti! Terasa pahit memang, tapi semoga ini demi kebaikan kita”, jawabku tenang. Secara reflek Azzha memelukku erat.
“Ukhti…maafkan kesalahan ana ya…..Kali ini ana ikhlas melepas anti pergi jika memang sudah bulat keputusan anti untuk pergi. Cuma ana minta…..jangan pernah putuskan persahabatan ini. Terlalu indah ukhuwah kita yang sudah terjalin 3,5 tahun lamanya, jika harus putus karena anti jauh dari ana. Anti sahabat terbaik ana ukh…..jangan pernah lupakan itu”,ucapnya terisak.
Tak terasa air mataku juga meleleh, Ya Allah…tulus sekali hati Azzha mencintaiku sebagai sahabatnya. Sungguh aku juga tak bisa berpisah dengan sahabatku ini, tapi aku memang harus pergi untuk memperbaiki hatiku.
“Iya ukhti….maafin ana juga. Anti juga sahabat terbaik ana, sahabat yang selalu meningatkan ana kalau ana lagi futur. Insya Allah….Allah senantiasa menjaga persahabatan hambaNya yang di landasi cinta karena Allah. Anti tidak perlu cemaskan hal itu”, jawabku berusaha menentramkan hatinya.
Ya Allah…..walaupun jasad kami terpisah tempat, semoga ukhuwah ini senantiasa terjaga.

------------------------------------------

Bus AC Mira yang kukendarai melaju dengan mulus dan tenang. Tampak Candi Prambanan berada disisi kanan jalan berdiri dengan megahnya. Pertanda bahwa jalanan kota Jogjakarta telah usai untuk dilewati. Tak terasa sebentar lagi kota Jogjakarta akan kutinggalkan, bersama mimpi – mimpi buruk itu.
4 Jam menempuh perjalanan Jogja – Ngawi lumayan melelahkan. Tapi kelelahan itu tak terasa, begitu melihat didepan mataku adalah rumah mungil yang menjadi tempat aku tumbuh dari kecil hingga sebesar ini. Senyum wanita paruh baya di teras rumah itu, mengobati sedikit luka dihatiku.
“Bunda……”,gumanku, menyalami tangan tuanya.
“Akhirnya sampai juga nduk…Ayo..masuk kedalam, kamu pasti lelah sekali”, ucap bunda mengajakku masuk. Tanpa aba – aba lagi, aku langsung menuju kamarku.
Ku hempaskan tubuhku yang rapuh ini diatas ranjang empuk ini. Berlahan nafas dari rongga hidungku ku atur secara pelan, agar nafasku kembali berhembus teratur.
Kamar ini tak ada yang berubah dari kamar 3,5 tahun yang lalu. Hanya saja terlihat lebih kotor karena aku sangat jarang menyinggahinya.
“Sudah mantab nduk…untuk melanjutkan hiupmu disini?” tanya Bunda mengagetkanku. Aku beranjak bangun, dan duduk mendekati bunda.
“Insya Allah bun…..Doakan Hilda, semoga istiqomah dengan keputusan ini”, jawabku tegas.
“Bunda sudah dengar semuanya dari Ustadz Rahmat. Jadi, kalo itu memang keputusanmu untuk memperbaiki diri dengan kesalahan yang lalu. Apa boleh buat, ayah dan bunda hanya bisa mendukungnya. Asal dengan keputusanmu itu kamu bertanggung jawab dengan konsekuensi yang ada”. Mata teduh itu menatapku dengan penuh sayang.
“Masalah sekolah Hilda bun…..?”tanyaku agak ragu.
“Seperti yang bunda katakana tadi. Jika kembali disini kamu tau kan Nak? Konsekuensi apa yang kamu dapat?”, tanya bunda meminta tanggung jawabku.
Aku menghelan nafas berat.
“Iya bun..Hilda tau, disini Hilda akan sekolah di sekolah biasa, sebuah Madrasah Aliyah Negeri tenpat ayah mengajar. Hilda tidak boleh masuk SMA Negeri Favorit disini. Karena sekolah Favorit Hilda yang di Jogja sudah Hilda lepas. Hal itu dikarenakan disini Hilda tidak tinggal diasrama, kalau disekolahkan di SMA takutnya Hilda terpengaruh sama anak –anak umum,sedangkan di Jogja Hilda bisa sekolah di SMA karena ada asramanya. ” jawabku setengah manyun.
“Tuh…pinter putri bunda. Jadi itu konsekuensinya sayang…..Semoga kamu bertanggung jawab dengan keputusan itu”, ucap bunda seraya mengelus kepalaku.
“Hm…..iya deh Bunda!”

----------------------------------------

“Hari yang menyebalkan……..”,ucapku setiba dirumah. Hari ini, hari pertamaku sekolah di Madrasah Aliyah Negeri tempat ayah mengajar. MAN Nurul Insan, nama sekolah itu.
“Ada apa sayang….Pulang sekolah kok langsung cemberut? Gimana sekolahnya?”, tanya bunda menyambut kepulanganku bersama ayah.
“Pemikiran yang so bad….bun! Sulit banget ngajak mereka maju….. Anak kampung semuanya”, gerutuku sebal.
“Ais….yang penting ayah kan nggak kampungan sebagai guru”, protes ayah menggodaku, terdengar suara bass ayah dari kamar. Aku semakin menekuk mukaku, ku rebahkan tubuhku di sofa ruang tamu. Rasanya malas juga berganti baju.
“Eh ayah…biarkan Hilda cerita dulu dong…. Bunda pengen denger ni, kayaknya seru ceritanya”, goda bunda sambil mengambil posisi duduk disebelahku. Tak lama kemudian ayah menyusul dengan baju kaos yang baru saja dikenakannya.
“Cerita dong nak! Gimana sekolahnya”, rajuk bunda.
“Serba menyebalkan… anak cowok sana berani banget sih genit ma cewek. Pakai ngajak acara salaman segala. Diasrama aja anak cowok kita nggak segitunya kali…. Udah gitu mereka bisik – bisik gini, wah asyik….ada anak baru dari sekolah elit. Bisa kita jadikan master buat foto copy jawaban kalo ada tugas”, ceritaku uring – uringan. Bunda mendengarkan dengan santai.
“Lalu apalagi?”, Tanya bunda kemudian.
“Terus nggak tau…. Eh bun! Tapi aku tadi dapet temen baru, namanya Erena. Ku akui, penampilan mereka agak nggak wah gitu…tapi kayaknya anaknya baik”, ceritaku lagi, kali ini dengan intonasi yang agak mereda.
“Hm…bunda rasa, putri bunda tau apa yang harus dia lakukan. Karena putri bunda yang cantik ini di kenal seorang yang cerdas”, ucap bunda genit, membuatku tak faham apa maksud perkataan beliau tadi.
“Maksud bunda??”
“Ya…bunda rasa kamu pasti tau”, ucap beliau singkat, membuatku semakin tak mengerti.
“Dari dulu kan putri ayah yang sulung terkenal cerdas kalau menjadi Wonder Reformasi”, ucapa ayah tiba – tiba.
Aku berfikir sejenak, baru kufahami maksud bunda tadi.
“Owh…aku tau maksud bunda. Hm…., jadi aku harus melakukan reformasi pada mereka secara bertahap. Supaya mereka bisa berfikir lebih maju?”,tebakku.
“Betul sekali sayang…Gimana? Are You Ready??”,ucap bunda penuh semangat.
Aku tersenyum geli dan mengangguk dengan pasti.

NOVEL JODOH DARI SURGA Bag. 2

Mimpi itu membuatku gila
Sosok pemuda tak ku kenal tapi dekat dihatiku
Siapakah dia?
Seperti apakah dia?
Teka – teki yang membuatku roboh
Dan membobol tanggul pertahanku
Di tempat berpijak ini.
Mungkinkah aku harus pergi?
Untuk membuang semuanya.


---------------------------

“Tiiiidddaaaakk…..!!!”, sebuah cahaya mengeluarkanku dari ruangan gelap tadi. Kini berganti ruangan kamarku diasrama. Yang ku lihat dengan mata mengerjap – ngerjap. Nafasku terengah – engah, keringat membanjiri baju piyamaku, mimpi buruk yang ketujuh kalinya. Kenapa sulit sekali rasanya melepas aa’ Fahmi dalam hidupku?. Kenapa harus terbawa sampai mimpi?
Jam di dinding menunjukkan pukul 02.00 WIB. Dengan langkah berat kucoba mengayunkan kaki menuju kamar mandi. Dan “Ceesss”, basuhan air wudhu merangsang sel – sel syarafku untuk bangun dari kemelut mimpi buruk tadi. Sejenak setelah itu kubenamkan jiwa dan ragaku kepada Sang Pemilik Cinta. Diatas sajadah CintaNya, aku menangis dan meluapkan segala emosi spiritualku padaNya.
“Ya Rabb………….aku tau aku terkadang jauh dari Mu. Aku tahu, aku terkadang sering kufur atas nikmat Mu. Aku tahu aku selalu menduakan cintaMu. Tapi kali ini aku mohon ya Rabb......jangan kau hukum hamba Mu ini dengan mimpi buruk seperti ini. Mimpi yang selalu menghadirkan laki – laki yang pernah aku cintai, yang ku cintai dengan cara yang salah.”
“Ya Rabb... Ya Muqtadir… aku tahu terkadang aku sombong dalam hidupku, terlalu angkuh untuk menggantungkan segala gundah masalahku di atas sajadah cinta Mu. Kali ini dengan segenap jiwa dan ragaku aku hadapkan kehadirat MU. Karena aku merasa tanggul keangkuhanku kini telah hancur. Hancur karena kekuasaan Mu”
“Ya Allah…Ya Khabir…jika memang hidupku masih panjang tanpa adanya dia yang telah pergi menghadap Singgasana Mu. Dan jika dia bukan jodoh terbaik untukku. Maka tunjukkanlah jodoh terbaik untukku. Kumuhon….jauhkanlah aku dari mimpi hina ini. Karena aku sadari aku sekarang menjadi sosok yang rapuh, rapuh karena mencintai makhluk Mu dengan cara yang salah”
“Aku hamba Mu yang kerdil ini, memohon belas kasih Mu. Hanya untuk memohon agar dikabulkan doaku ini Ya Allah…..Bahkan aku rela menjual seluruh harga diriku hanya untuk mendapatkan keindahan cinta dari Mu”
Malam yang lengang itu hanya menyisakan sisa air mata di atas sajadah cokelatku. Ku perpanjang sujudku untuk menundukkan seluruh jiwaku pada Nya. Aku sekarang benar – benar merasa. Merasa rapuh karena salah dalam mengartikan cinta, cinta yang akan terasa indah jika aku benar – benar mengikuti aturan dari Nya.
Gelap itu mencekam alam bawah sadarku lagi. Lebih gelap dari ruangan tadi. Batinku memberontak brutal untuk tidak semakin menyusuri lorong gelap itu. Tapi seakan medan magnet dari ujung lorong itu menyeret paksa langkah kakiku untuk menghampirinya. Aku tak bisa mengelak, seberkas sinar putih menampar wajahku dan silau….. Lorong gelap tadi berubah menjadi ruang tamu di rumah eyang putri. Di sofa ruang tamu itu tampak pak poh Hasyim, pak poh Taufik, dan bu poh Khadijah sedang berbincang – bincang serius. Eh..tapi siapa pemuda yang duduk di samping pak poh Hasyim itu? Aku tak pernah mengenalnya, wajahnya pun samar – samara kulihat.
“Nduk….sudah datang kamu rupanya”, sapa pak poh Hasyim membuatku terkejut. Aku hanya menjawab sapaan tadi dengan senyuman manis. Otakku masih belum bisa berkompromi dengan sapaan pak poh Hasyim, sel melinku masih memproses untuk mencermati pemuda tak jelas itu.
“Tak kenalkan ma bocah bagus ini nduk. Ya….pak poh ngertos jane,nek sampean mesti masang standart calon suami yang terlalu tinggi kesempurnaannya. Tapi ya cobalah kenalan sama pemuda itu. Orangnya memang banyak kekurangan, tapi pak poh yakin dari kekurangan dia, kamu bisa jadi istri shalihah dan bisa mensyukuri nikmat Allah. Dibalik kekurangannya, ada banyak kelebihan yang dia punya. Percayalah padanya, karena didampinginya kamu bisa mengambil banyak pelajaran di Universitas Kehidupan”. jelas pak poh Hasyim sambil mengelus kepalaku yang dibalut jilbab. Di depan beliau, kulihat pak poh Taufik dan bu poh Khadijah mengangguk – angguk membenarkan ucapan pak poh Hasyim.
“Siapa pemuda itu pak poh? Kenapa wajahnya samar – samar tak dapat kulihat dengan jelas?”,tanyaku penasaran. Kucermati pemuda itu, tubuhnya kurus dan pendek, tapi masih tetap saja lebih pendek dariku. Tingginya sekitar 10 cm lebih tinggi dari pada tinggiku.
“Namanya Haekal Mufasyir, dia lebih tua 3 tahun darimu”, jawab pak poh singkat.
Aku terheran mendengar nama itu, nama yang belum pernah ku dengar. Tapi kenapa di jodohkan denganku?. Dalam hatiku terpendam segunung pertanyaan. Tapi belum sempat terjawab semua pertanyaanku, aku dikejutkan oleh ruang tamu yang dalam sekejap mata berubah menjadi dapur. Dapur yang belum pernah kusinggahi sebelumnya. Di dapur itu terdapat pawon, dan disebelahnya ada seorang nenek duduk.
“Mriki nduk….mriki”, panggil nenek itu membuatku semakin bingung
Aku menghampiri nenek tua itu dan duduk bersimpuh disampingnya. Tiba – tiba nenek tua itu mengambil bara panas dari pawon dengan tangan kanannya dan mengambil sebuah cincin emas dari saku kebaya dengan tangan kirinya.
“Tadahno tanganmu nduk…..tak paringi wowo panas iki kaleh ali – ali jenar iki”, ucap nenek itu sambil menaruh bara itu di tangan kiriku dan cincin itu di tangan kananku. Aku merasa heran karena tak ada rasa panas sama sekali bara itu di tangan kiriku.
“Kagem nopo mbah?”tanyaku bingung.
“Sok kapan – kaban ben di pundhut Haekal, sakniki gowoen dhisik nduk”, jawab nenek itu sambil tersenyum.
Semakin bingung aku mencerna semua kejadian ini. Kepalaku terasa pusing, karena sel melinku mungkin terlalu keras memeras tenaga untuk berfikir menganalisis maksud semua kejadian ini. Suasana tiba – tiba gelap dalam pandanganku. “Aaarrggghhhh……”
“Hil….bangun Hilda!”, suara Azzha membuka alam sadarku. Mataku terkrejap – krejap cepat. Peluh terasa mengalir dari dahiku, kulihat diriku masih terbalut mukena. “Ya Allah..ternyata semua ini hanya mimpi”,batinku.

------------------------------------------------
Pagi itu ditengah perjalanan menuju sekolah, kuceritakan mimpi tadi malam pada Azzha.
“Ha..ha…ha…ha…… JDS kali Hil!”, tawanya pecah mendengar ceritaku. Aku dibuat gemas karena tertawanya yang menganggap mimpi itu suatu hal yang lucu.
“Apa itu JDS Zha?”,tanyaku sewot.
“Jodoh Dari Surga…..ha..ha..ha…. Tapi sayangnya orangnya nggak jelas. Apa dia ganteng, pinter, shaleh dan tanggung jawab? Atau apa dia jelek, bodoh, dan……..”
“Azzha….. “, potongku cepat. “Tega banget sih anti doain ana dapet jodoh seburuk itu. Kalo jodoh dari surga nggak mungkin gitu lah…..”,lanjutku uring – uringan. Tapi Azzha malah merespon dengan tawa yang semakin terbahak – bahak.
“Ha…ha…ha…ha…kali aja disurga stoknya ikhwan ganteng habis, jadi anti nggak kebagian deh”.
Aku dibuat semakin gemas dengan sikapnya. Ku ayunka tinju di lengan kanannya, “Buuk”. Dia pun meringis kesakitan.
“Doa aja Hil! Biar Allah nggak kasih anti jodoh dari surga kayak Ucok Baba, ha….ha…ha…”, ejek Azzha lagi, kali ini dia langsung berlari menjauhiku.
“Azzha !!!” teriakku sambil berlari mengejarnya

NOVEL JODOH DARI SURGA Bag. 1

Perginya sosok nyata itu…
Tergantikan oleh bayang semu
sosok tak ku kenal di alenia bawah sadarku.
Membuat otakku semakin
merasakan nanarjiwa yang gila.
Akankah ada
Cinta lain yang dapat merengkuh
sukma duka cintaku.
Akankah dapat
hati lain yang mengikat palung terdalam
cinta dalam hatiku.
Gelap.....semuanya tak jelas.
Haram...katanya sebuah cinta
yang semu tanpa ikatan kepastian.
Teka teki......
yang tak dapat diterka dan ku terkam.
Siapa...?
Seperti apa..?
Bagaimana..?
Dia....Dia....
Sosok dari lahful mahfudz...yang dijanjikan Rabbku untukku.
Masih terhijab tabir
rahasia perjodohan.

Jogja, 07 Mei 2006.

----------------------


April, 2006 …….

Aku, aku tak percaya. Mati rasa dalam hatiku menerima kenyataan ini. Gundukan tanah liat berwarna merah didepanku adalah makam basah milik serpihan hatiku yang menemani hari – hariku di asrama selama 2 tahun ini.Raezada Adam Fahmi, laki – laki bertubuh kokoh, berwajah teduh, dengan tatapan mata elangnya yang selalu membuatku merasa aman disetiap perjalanan pulang sekolahku menuju asrama.
Kini tak ada lagi sosok itu….. Aku hanya mematung tanpa daya, ketika tadi malam menerima telfon dari Faiz, adek aa’ Fahmi. Masih ku ingat kabar yang mengikis pertahanan karang emosi cintaku.
“Teteh Hilda…aa’ tadi sore jatuh dari tebing, saat hendak menaklukan hutan belantara Merapi bersama – sama anak PA SMA Bina Insani. Sekarang aa’ sedang kritis di RSUP SARDJITO. Teteh…kalau bisa tolong datang kesini ya….kabur dari asrama nggak papa deh! Soalnya aa’ nyebut nama teteh terus”,jelas Faiz menumbuhkan sejuta fobia prasangka rasa kehilangan difikiranku.
“Adek..teteh harus gimana?”,tanyaku panik.
“Udah…teteh kabur dari asrama aja…tar tak jemput di Ring Road Banyuraden. Kita langsung menuju RSUP tar teh !, di RSUP dah ada Kak Hanif ma Kak Rafsya.”
“Iya..teteh ni mau berangkat, tunggu disana ya…”, jawabku singkat.

--------------------------------------------------

Kamar Cendana III…….
Sosok kokoh dan tegap itu kini dibalut kain perban berwarna putih dihiasi noda merah darah bercampur dengan betadine. Matanya sedikit terbuka tetapi jiwanya masih setengah tak sadarkan diri. Tanggul pertahanan air mataku jebol, berlahan kristal bening cair itu mengalir dari kelopak mataku dan membasahi pipiku.
“Aa’….aa’….aa’ Fahmi….bangun aa’!!”, isakku pilu. Rasanya nafasku berat untuk menghirup udara yang ringan di sekitar kamar itu. Tubuhnya masih saja diam tak bergeming. Hanya nafas ringan yang keluar dari rongga hidungnya.
“Aa’ Fahmi…..bangun!! jangan tinggalin Hilda. Hilda belum siap aa’. Masih banyak mimpi dan cita – cita yang belum kita rajut.”ucapku penuh emosi seraya mengguncang – guncangkan tubuhnya. Responnya masih sama, hanya diam dan bisu. Aku terkulai lemah duduk dikursi dekat ranjangnya. Sekilas kulihat Kak hanif sedang berbicara serius dengan seorang dokter diluar. Ku tatap tubuh lemah dihadapanku, ku kuatkan hatiku untuk tidak cengeng. Tangan dingin aa’ Fahmi ku genggam lembut.
“Aa’…bangun ya….. Aa’ ingat janji aa’ tidak? Janji kalau 6 tahun lagi kita akan menikah. Lalu kita menantang masa depan bersama. Aa’ ingat target aa’ tidak kalau setelah kita menikah, kita punya anak dan anak kita berusia dua tahun. Aa’ mau meneruskan S2 aa’ bersama – sama dengan Hilda?”, ku bisikkan lembut di telinganya. Ku coba bercerita sambil tersenyum getir. Allah…ya Rabb, ya Mu’id! Bangunkan dia.
Tangan dingin dalam genggamanku itu sedikit bergerak. Sedikit demi sedikit matanya mulai terbuka.
“Adek Hilda…….”, ucapnya lirih. Masih dengan wajah pucatnya.
“Aa’ Fahmi…….iya,ini Hilda”, jawabku sambil mengulas senyum bahagiaku.
“Mana Hanif dan Rafsa?”,Tanya aa’ Fahmi pelan.
“Masih diluar aa’, mau Hilda panggilkan?”
“Nggak..usah dek…. Cuma tanya aja kok!”
Aku kembali ke dekat ranjangnya. Kucermati aa’ Fahmi sedang menatapku lembut.
“Dek Hilda…..aa’ boleh minta sesuatu ?”,tanyanya lirih dengan tatapan mata elang yang sayu.
“Apa aa’?”
“Kalo aa’ dah nggak ada, aa’ mau dek Hilda ikut ngaji ya….Ikut halaqoh di rumahnya Ustadzah Faza…..Biar jadi wanita dan istri yang shalihah”
Aku terkejut mendengar permintaannya.
“Aa’ kok bilang gitu sih…..”
Aa’ Fahmi hanya menyahutnya dengan senyuman tipis di bibir pucatnya. Nafasnya terdengar berat.
Suasana terasa hening, aa’ Fahmi diam dengan bibir terkantup rapat. Matanya masih terbuka memandangiku, tapi ku lihat rasa kesakitan terpancar dari raut wajahnya.
“Tit…tit…..tit….tiiiiiit…..tiiiitt…tiiit….tiiitt”, suara berdetak itu semakin cepat. Ku seka peluh didahi aa’ Fahmi. Terasa dingin, Ya Allah……jangan – jangan …………………Aku berlari keluar ruangan.
“Dokter….dokter…..dokter…” , teriaku panik, mencari siapa saja dokter yang ada di sekitar ruangan aa’ Fahmi. Ku temukan seorang dokter wanita berada di lobi bangsal Cendana.
“Dokter…dokter….. tolong …… kakak saya”,pintaku terisak,
“Ada apa dek………………….”
“Aa’ fahmi…….”, ucapku linglung.

--------------------------------------------------

“Innalillahi……wa inna Ilaihi Rajii’uun…….”, ucap kak Hanif mengelus wajah aa’ Fahmi yang memucat dingin dan menjadi kaku.
Aku terdiam, lama sekali. Seakan tak percaya kenyataan ini, cinta pertamaku meninggalkan cintaku dengan keadaan seperih ini.
Tak ada senyum sepulang sekolah lagi, tak akan ada panggilan dedek setiap piket mengambil makan di dapur dekat asrama ikhwan. Flashback kenangan manis bersama aa’ Fahmi, tiba – tiba menari di sel melin otakku. Tanggul pertahananku jebol, air mata itu mengalir secara perlahan, semakin lama, semakin deras.
“Hil, ada surat dari aa’ Fahmi”, ucap kak Hanif menyodorkan amplop berwarna biru muda itu.
“Surat apa ini?”tanyaku terisak.
“Surat yang di tulis akhi Fahmi semalam sebelum dia berangkat ke Merapi. Dia nitip surat ini ke ane buat dikasihkan ke anti. Katanya jaga – jaga kalau ntar ada hal yang tidak terduga. Dan ternyata firasat dia benar, kematian dirinya sendiri yang dia maksud hal tak terduga itu.”jelas kak Hanif datar.

-----------------------------------------------------
Setiba di asrama, semua menyambutku dengan sambutan turut berduka. Ku lihat sekilas Ustadzah Fikra tidak ada respon. Semoga saja tidak ada Iqob untuk pelanggaran tergilaku hari ini, selama 3,5 tahun hidup diasrama.
Sesampai di kamar teman – teman langsung berhambur memelukku.
“Sabar ya Hil…….Semoga Allah memberi ganti yang terbaik. Ikhwan yang lebih shaleh dari Kak Fahmi”, hibur Azzha memelukku. Lalu di ikuti Azzul, Fatmi, Leni, dan Ida.
Malam semakin larut, semua teman kamarku sudah larut dalam bunga tidur mereka. Mataku yang bengkak belum bisa terpejam, rasanya flashback saat – saat bersama aa’ Fahmi sulit sekali dilupakan. Fikiranku terasa not responding dengan keadaanku saat ini. Tiba – tiba ku ingat surat aa’ Fahmi yang diberikan kak Hanif padaku tadi sore.
Ku langkahkan kakiku menuju balkon asrama, disana bisa kupandangi bintang dilangit sambil membaca surat terakhir dari aa’ fahmi.
Sesampai di balkon, ku buka amplop biru muda ditanganku.

Sleman, 27 April 2006
Buat Dedek Hilda yang di cintai Allah
dan aa’ Fahmi.

Assalamualaikum………….adek cantik!
Afwan ya…….aa’ kasih suratnya nggak langsung ke adek Hilda. Trus aa’ nggak pamit ke adek Hilda kalau aa’ mau ikut anak PA ke lereng Merapi. Itu karena aa’ sayang dan cinta sama adek Hilda karena Allah. Aa’ tau sifat kamu kalau tau aa’ ikut acara begituan. Adek Hilda pasti kawatir, cemas, dan hoby ngelihat jam dinding ma kalender. Hehehehehe (peace!). Trus akhirnya adek lupa makan, belajar dan shalat nggak konsen, tilawahnya cepet – cepet, dan matsuratnya males deh…….(Dirubah ya sayang…sifat itu, aa’ nggak begitu suka, apalagi Allah tuhan kita). Beruntung ustadzah Fikra nggak tau itu, kalau tau bisa – bisa cintaku di Iqob pake jilbab kampanyenya Partai Golkar dong….hehehehehehehe.
Adek Hilda sayang………
Entah nggak tau kenapa, aa’ mau kita mengadakan perubahan yang lebih baik untuk diri kita, sepulang aa’ dari Merapi 4 hari lagi. Aa’ usul, gimana kalo kita nggak pacaran lagi?? Kita sendiri dulu dek? Eits…..tapi bukan berarti aa’ nggak cinta sama adek Hilda lagi lho…. Tapi karena aa’ cinta banget sama adek Hilda karena Allah. Dan aa’ merasa kalo Allah mulai marah sama kita karena kita pacaran. Kayaknya sih …. Allah maunya kita sempurnakan Ilmu dan Ibadah kita sendiri dulu, baru Ilmu dan Ibadah kita bersama – sama dalam sebuah pernikahan. Gimana adek? Maukan? Aa’ janji deh…kalau kita jodoh secepatnya aa’ bakal khitbah adek….kalo perlu lulus SMA langsung. (hehe…. Tapi aa’ belum kerja, masih kuliah).
Adek cintaku yang dititipkan Allah padaku …………..
Maaf ya dengan keputusan aa’ ini. Aa’ nggak ada maksud buat meninggalkan dek Hilda. Aa’ takut Allah marah sama kita, dan kita kembali ketempat Nya dalam keadaan tidak diridhoi Allah. Berat juga bilang gini tau sayang…..tapi aa’ harus berjuang buat mengalahkan nafsu cinta kita demi kesucian cinta kita. Janji jangan marah dan manyun baca surat ini ya.. .
Adek…….sebelum aa’ melepas adek Hilda, mau nggak adek menuruti permintaan aa’? permintaan aa’ Fahmi ke dek Hilda buat yang terakhir kalinya. Adek cinta…aa’ minta adek ikut liqo’ (halaqoh) di tempatnya ustadzah Faza bisa tidak? Karena aa’ udah 1 bulan ini ikut liqo’ di tempat Ustadz Jakfar. Aa’ berharap adek Hilda bisa jadi akhwat kaffah, jadi istri shalihah, yang menyeimbangkan ilmu tarbiyah, ilmu tekhnologi dan ilmu keakhwatan. Mau yah…… cantik deh kalau nurutin maunya aa’..hehehehehe

Ya Allah……nggak terasa banyak banget aa’ nulis suratnya. Pantesan ini tangan mulai pegel,hehehehe. Adek baca surat ini mungkin aa’ udah pergi ke merapi. Afwan ya..nggak pamit. Jangan nakal di asrama selama aa’ tinggal.
Its’ always…cinta FAFA is the best.
Wassalamualaikum……..

Aa’ cakep
Raezada Adam Fahmi


Air mataku meleleh dengan derasnya, tapi tak bisa ku hindari senyum karena keunikan kata – kata aa’ Fahmi, yang mungkin seumur hidup aku bersamanya aku tidak akan dibentaknya.
“Aa’…..demi cinta kita karena Allah…aku janji aa’. Akan ku lakukan apa yang selama ini menjadi harapanmu.”

BAYANGAN

Tak pernah kusesali keputusanku. Keputusan untuk menyelami kehidupan peri – peri kecil yang gersang atas kasih sayang. Walau ayah, satu – satunya orang tua yang kumiliki saat ini, menolak mentah – mentah keputusanku itu. Ayah menyuruhku untuk mengikuti jejak kedua kakakku sebagai seorang wanita karier dan pegawai kantoran. Namun……. Aku hanyalah wanita yang mempunyai jiwa seorang ibu. Hatiku bak teriris kala melihat polah peri – peri kecil itu. Canda dan tawa yang kadang kurasa menyimpan perasaan luka karena haus akan kasih sayang.

-----------------------

“Ayah sangat kecewa dengan keputusanmu Rana!” ungkap ayah saat mengetahui keputusanku untuk mengajar anak – anak Panti Asuhan di daerah pedalaman kota Ponorogo.
“ Ayah….aku hanya ingin diriku, ilmuku, dan kasih sayangku dapat berguna bagi keseharian mereka. Mereka sangat merindukan sosok seorang ibu, yang mungkin dari dia masih berwujud bayi berwarna merah, dia belum sempat melihat sosok ibunya.”jawabku memberi argument terhadap sanggahan ayah.
“ Ayah tidak meridhoi niatmu itu!, kenapa kamu tidak mengikuti jejak kedua kakakmu itu. Seperti Kak Rafa yang menjadi wanita karir yang hebat di bidang desain grafis dan Kak Sarah yang menjadi pegawai kantor efertaizing. Tidak seperti kamu Rana!menjadi seorang guru bantu di subuah Panti Asuhan yang sudah pasti berada di tempat yang kumuh. Belum lagi perbandingan gaji kamu dengan kedua kakakmu,sangat jauh bagaikan bumi dan langit.”, lanjut ayah dengan sebuah cercaan.
Aku hanya tertunduk dan terdiam, tak menjawab banyak kata cercaan dari ayah. Sudah cukup aku membantah perkataannya,aku tak mau menjadi anak yang terlalu durhaka.
Tak lama kemudian,ayah berhenti dari cercaannya. Dia terdiam dan bernafas terengah – engah untuk mengatur emosinya kembali.
“Maafkan perkataan ayah tadi Rana……. Ayah hanya terlalu sayang padamu Rana…… Ayah ingin menjagamu…….. Ayah …..ta….”
“Ayah takut nasib Rana akan seperti Bunda kan? Meninggal Karena tertabrak mobil demi menyelamatkan jiwa salah seorang anak panti asuhan yang tak sengaja saat itu menyebrang jalan”, potongku cepat.
“Kamu benar nak….. Ayah benar – benar takut nasibmu seperti bundamu. Ayah sangat trauma sekali dengan kejadian itu”
“Ayah…apa yang dialami bunda 12 tahun yang lalu adalah takdir dari Sang Kuasa. Tidak sepatutnya ayah bersikap seperti itu”,jawabku mencoba memberi pengertian.
“Rana…… sejujurnya apa yang ada dalam kepribadianmu itu, membuat ayah sangat menyayangimu melebihi kedua kakakmu. Pribadi bundamu yang benar – benar dititiskan dalam dirimu. Membuat ayah seakan melihat bayangan bundamu dalam keseharian ayah nak….”

------------------

Aku merasa sangat keras kepala dengan keputusanku. Walaupun aku tahu, saat kepergianku ayah tak menampakkan wajahnya. Beliau lebih memilih untuk mengurung diri dalam kamar. Karena kepergianku menentang harapannya.
Kini,aku berada dikamar yang sempit. Kamar bagi guru yang tinggal di komplek Panti Asuhan Al Falah daerah Ponorogo. Berbeda dengan kamarku saat berada di rumah dulu, full Ac,lengkap dengan paket TV dan paket computer. Saat ini dihadapanku hanya ada meja belajar yang hampir rapuh, satu almari tanggung yang berdebu, dan sebuah ranjang yang beralaskan kasur kapuk. Mungkin inilah ujian kesabaran yang di berikan Allah padaku.
Hari – hari di Panti Asuhanpun kulewati dengan penuh keikhlasan. Semakin lama aku berada disana, semakin aku pandai bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah padaku dan aku semakin banyak mendapat pengalaman hidup.
Ditemani canda,tawa,dan polah keseharian anak panti, membuat jiwa keibuanku semakin terasa. Saat menyelesaikan permasalah mereka, saat menjadi teman curhat bagi mereka, dan menjadi tempat bermanja buat mereka. Sangat kunikmati sekali keadaan itu. Sampai aku hampir melupakan keadaan rumahku, mengetahui kabar ayahku, dan kabar kedua kakakku. Selain itu aku juga maklum, karena kepergianku yang tidak mendapat ridho. Wajar saja jika ayah tak pernah menanyakan keadaanku.

--------------------------

“ Bu….bu Rana……!”, teriak salah satu muridku dari kejauhan, dia ingin menghampiriku.
“Ada apa To………??”, tanyaku menyambut kedatangan Yoto, muridku.
“Itu bu….ada om – om bawa mobil bagus mencari Ibu. Orangnya dah tua bu..! Tapi kayaknya kaya banget bu!” jelasnya.
“ Dimana orangnya sekarang?” tanyaku.
“Di teras asrama bu!”
Aku bergegas menuju teras asrama. Kulewati lorong kamar murid – muridku . dalam hatiku bertanya siapa tamu yang di maksud Yoto. Tamu donaturkah?, Orang yang ingin mengadopsi anakkah? Atau siapa?.
Teras asrama semakin dekat dan…………
“Ayah………………”, gumanku reflek mengetahui siapa laki – laki tua yang datang itu. Hatiku bergetar menyambut orang yang paling aku hormati dan tanpa sengaja aku pernah menyakitinya.
“ Rana…….maafkan ayah! Ayah akui ayah salah. Ayah terlalu menyamakan kamu dengan bundamu. Sekarang ayah merasa kehilangan bayangan bundamu,saat kamu tiada lagi dirumah ayah merasa bayangan bundamu hilang”.
“Maafkan Rana juga yah………”
“Kembalilah kerumah nak…….. Ayah rindu bayangan itu….”,pinta beliau.


Jogjakarta, 05 Mei 2007
Saat rindu memuncak pada sang
Ibunda tercinta di Madiun.

Sabtu, 02 Juli 2011

Pengertian Bimbingan Konseling Islami

Beberapa definisi tentang bimbingan konseling islam, yaitu :
Thohari
BKI berarti sebagai suatu proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah SWT yang harusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT.

Yahya Jaya
BKI berarti pelayanan bantuan yang diberikan oleh konselor agama kepada manusia yang mengalami masalah dalam hidup keberagamaannya, ingin mengembangkan potensi keberagamaannya secara optimal, baik secara individu maupun kelompok , agar menjadi manusia yang mandiri dan dewasa dalam beragama, dalam bidang bimbingan akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan keimanan dan ketaqwaan yang terdapat dalam Al-qur’an dan hadist.

Ainur Rahim Faqih
BKI berarti proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan BKI adalah suatu usaha yang dapat dilakukan dalam rangka menggembangkan potensi dan memecahkan masalah yang dihadapi klien agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat berdasarkan ajaran agama islam.

Latar Belakang Bimbingan Konseling Islam
Konsep BKI ialah suatu layanan yang tidak hanya mengupayakan mental yang sehat dan hidup bahagia melainkan BKI yang menuntut ke arah hidup yang sakinah, batin merasa tenang dan tentram karena selalu dekat dengan Allah SWT. Sehingga latar belakang BKI berdasarkan uraian tersebut dapat ditinjau lebih mendalam dari segi jasmani, psikologis, individu, sosial, dan faktor agama.

Landasan Bimbingan Konseling Islam
Landasan BKI adalah Al-qur’an dan Al-hadist sebab keduanya merupakan sumber dari segala sumber pedoman kehidupan umat islam. Oleh karena itu Al-qur’an dan sunnah Rosul di jadikan landasan ideal dari konsep BKI. Dari Al-qura’an dan sunnah Rosul itu gagasan, tujuan, dan konsep bimbingan konseling di kaji, dirumuskan atau diamalkan untuk menuju kehidupan dunia dan akhirat yang bahagia.

Landasan filsafat islam yang penting yaitu :
~ Filsafat tentang manusia;
~ Filsafat tentang dunia dan akhirat;
~ Filsafat pernikahan dan keluarga;
~ Filsafat pendidikan;
~ Filsafat tentang masyarakat dan hidup
bermasyarakat;
~ Filsafat upaya mencari nafkah dan filsafah kerja.

Sambal Goreng Hati Ayam


Berhubung umi dan abi nggak ada dirumah. Jadi ada kesempatan buat mengobrak abrik dapur nih....Next!yuk kita membuat sambal goreng hati ayam....Aduh!tapi ada emergency,bumbunya ada yang kurang ni (tidak ada kemiri).......tapi nggak papa,coba - coba!

Bahan yang dipotong dadu :
1. Hati Ayam 250gr
2. Kentang 250gr

Bumbu Penyedap :
- Garam
- Gula pasir
- Gula merah
- Daun Salam 3 lembar
- Laos atau lengkuas panjangnya kurang lebih 2cm.
- Santan 300ml
- Kecap manis.

Bumbu yang dihaluskan :
~ 3 siung bawang putih.
~ 7 siung bawang merah.
~ 5 cabe merah besar.

Bahan taburan :
~ 4 cabe rawit, potong tipis miring.
~ Bawang goreng.

Cara memasak :
1. Masukkan bumbu yang dihaluskan kedalam blender. Lalu blender hingga halus.
2. Goreng kentang yang telah dipotong dadu
3. Goreng Hati ayam.
4. Tumis bumbu yang tadi dihaluskan sampai mengharum baunya.Lalu masukkan daun
salam dan lengkuas.
5. Masukkan kentang yang telah digoreng
6. Masukkan hati ayam
7. Aduk sampai merata dengan bumbu, lalu masukkan santan.
8. Tambahkan garam, gula pasir, gula merah, dan kecap. Sampai rasanya sesuai dengan
selera lidah anda.
9. Tumis semua bahan sampai santan menyusut, dan sambal goreng hati telah selesai
dimasak.
10.Masukkan makanan tersebut kedalam piring, lalu taburkan diatasnya cabe rawit dan
bawang goreng,

Nah...selesai....!Rasanya Insya Allah enak, walaupun dengan bumbu seadanya.

Belajar Memaknai Pilihan Hidup Lewat Sejarah Korea dalam Film "Dong Yi"

Drama historis yang di angkat dari kisah hidup Dong Yi, seorang pelayan yang kemudian menjadi seorang selir dengan gelar Sook Bin.

Setelah menjadi selir ia berubah menjadi Lady Choi Sook-Bin dan anak laki-laki yang dilahirkannya di kemudian hari akan menjadi Raja Joseon, ke-21, Yeongjo.

Bersetting di era dinasti Joseon, drama ini menceritakan hidup Lady
Choi Sook-Bin (Han Hyo Joo) dari ketika ia masih bernama Dong Yi,
seorang rakyat jelata, hingga akhirnya ia bertemu dan jatuh cinta
dengan raja Sukjong (Ji Jin Hee) lalu menjadi seorang selir kerajaan.
Dong Yi melewati banyak masalah dan mara bahaya karena statusnya yang rendah, secara konstan melawan musuh bebuyutannya, Lady Jang Hee Bin (Lee Seo Yeon) akan tetapi selalu berhasil bebas dengan kecerdasannya dan bantuan sahabat terbaiknya, Cha Chun Soo (Bae Soo Bin).

Dong Yi dengan berani dan bijaksana melawan kekuasaan dan intrik politik istana yang berbahaya.

Mempertahankan posisinya dan melindungi anaknya hingga menjadi seorang kaisar.